Sabtu, 09 Agustus 2014

"Hiasan Dinding Sederhana tapi Mewah"


Hari ini, Ibu menyuruhku dan kakak ke tempat kerja Ayah. Aku disuruh Ibu ke tempat Ayah untuk mengambil uang, uang kebutuhan belanja, juga kebutuhan kuliahku. Lokasinya dari rumah tidak begitu jauh, butuh waktu 20-30 menit untuk bisa tiba di sana. Ayah lebih banyak menghabiskan waktu di tempatnya itu, bahkan sampai lupa pulang. Atau mungkin saja memang Ia tidak mau pulang ke rumah. 

Aku dan Kakak ke sana pukul 7 malam. Kakakku sudah sering ke tempat Ayah, kalau buat Aku ini pertama kalinya. Ternyata tempat Ayah ini tidak asing bagiku, Aku sering melewatinya. Tempat Ayah ini sebagai tempat Ia menjalankan usahanya, juga sekaligus dijadikan tempat tinggalnya yang hanya dibatasi oleh dinding tripleks dan diperkokoh dengan kayu, lantainya pun hanya semen biasa, bahkan ada lantai yang hanya dilapisi kayu juga. Dikategorikan rumah sederhana saja, mungkin belum bisa.

Saat Aku tiba, Aku disuruh masuk oleh Ayah dan disuruh duduk di sebuah sofa yang lumayan lusuh. Rumah Ayah itu punya ruang tamu kecil juga yang tidak begitu luas, sekitaran 1 kali 3 meter persegi saja. Hanya ada satu dinding berbahan tripleks yang membatasi antara ruang tamu dan juga tempat tidur Ayah, yang juga berdekatan dengan dapur. Entah apa yang membuat Ayah betah tinggal di tempat seperti ini. Dibanding di rumah bersama Ibu, tempat ini sangatlah jauh berbeda. Jika Aku disuruh membandingkan lebih rinci, di rumah lebih nyaman, lebih bagus, lebih adem dibanding tempat ini. Tapi, mungkin saja Ayah sendiri sudah merasa nyaman tinggal di sini, sebab ini tempat Ia membuang-buang keringatnya, membanting tulangnya untuk mencari uang sehari semalaman. Baginya mungkin ini tempat yang nyaman.

Aku duduk di sofa ruang tamu, setelah disuguhi es buah oleh Ayah. Saat Aku duduk, Aku melihat sebuah foto berukuran 10 R yang dibingkai dengan sederhana. Foto keluarga ini terlihat begitu bahagia, terlukis senyum lebar di bibir mereka masing-masing. Di ruang tamu sekecil ini, dan rumah yang tidaklah mewah terdapat foto keluarga yang satu-satunya menjadi hiasan dinding. Bagi orang lain ini hiasan dinding sederhana yang biasa saja, tp bagi mereka mungkin inilah hiasan dinding paling mewah. Mereka hanya ingin memperlihatkan kepada siapa pun yang datang dan duduk di ruang tamu mereka kalau mereka adalah keluarga kecil bahagia yang terpancar dari hiasan dinding tersebut. Mereka bangga memasang foto keluarga di sebuah dinding tripleks di ruang tamu yang sangat kecil. Berbeda dengan di rumah, rumah yang berdinding tembok, tak pernah sekalipun dihiasi oleh foto-foto keluarga. Padahal Aku masih ingat, Aku, Ayah, Ibu dan Kakak pernah berfoto keluarga sewaktu Aku masih kelas 5 SD. Itu foto keluarga pertama dan mungkin terakhir kalinya yang tidak pernah bangga dipajang di dinding rumah. Hanya disimpan rapih di album foto. Mengingat hal itu, dengan sendirinya air mataku menetes. Aku cepat-cepat menghapusnya sebelum Ayah dan Kakak melihatku. 

Setelah Ayah  memberi uang dan memberiku nasehat "kuliah yang benar, jangan banyak main", Aku dan Kakak pulang ke rumah. Di atas motor, air mataku kembali menetes. Kali ini aku tidak bisa cepat mengehentikan air mataku. Gelapnya malam dan kaca helm yang kupakai, membantuku untuk menutupi air mataku yang jatuh dari orang yang mungkin saja melihatku. Air mataku ini jatuh setelah melihat dan mengingat foto keluarga tadi. Mungkin Aku iri dengan mereka yang ada di dalam foto tersebut. Itu foto Ayah bersama istrinya dan kedua anaknya yang masih kecil.

161216

Di penghujung 161216