Selamat tanggal 16!
(Tulisan ini seharusnya saya tulis
dua bulan lalu. Iya tepat dua bulan yang lalu dari sekarang)
Tapi,
rasa takut saya lebih besar dibandingkan kemauan saya untuk menuliskan ini.
Takut kalau ada yang baca dan salah paham kemudian mengambil kesimpulan
sendiri. Takut kalau kau membacanya dan kemudian lebih marah kepada saya. Dan
takut dengan semua hal buruk yang mungkin terjadi. Namun, kali ini rasa inginku
lebih besar daripada rasa takut, walaupun rasa takut itu beda sedikit dengan
kemauanku. Saya lagi ingin, karena entah, ini mungkin tempat yang tepat untuk
melampiaskannya, kasarnya begitu. Entahlah, ada kepuasan sendiri setelah
ngeblog. Setelah melampiaskan semua kata-kata yang ingin dikatakan. Entah itu
kepuasan apa, tapi bukan kepuasan karena orang lain membaca ini dan menjadi
tahu atau menerka-nerka maksud dari ini semua. Bukan! Menuliskan kata-kata
diblog memiliki kepuasan tersendiri yang tidak dapat ditafsirkan dengan
kata-kata itu sendiri.
***
Sekali
lagi, selamat tanggal 16 (seharusnya). Iya, ada kata seharusnya, di belakang
ucapan selamat itu. Karena tepat dua bulan lalu seharusnya kita sudah empat
tahun. Seharusnya. Kita sama-sama bukan tipekel yang merayakan anniversary-an. Iya paling hanya berbagi ucapan selamat, sebagai apresiasi kalau kita sudah
melangkah jauh. Iya, begitulah tiga tahun terakhir yang kita lakukan. Tapi,
tepat di tanggal 16 tahun ke empat, kenapa kita tidak saling berbagi ucapan
selamat itu? Karena tidak ada lagi yang perlu diapresiasi. Jawaban yang simpel.
Apa yang perlu diapresiasi? Hubungan yang sudah melangkah jauh? Tidak, hubungan
ini sudah terhenti jauh di belakang. Iya tidak ada lagi yang perlu diapresiasi.
Maaf,
setidaknya jika saya tidak bodoh, kita masih bisa saling berbagi ucapan itu
sekali lagi, di tahun keempat ini, kemudian di tahun kelima, kemudian di tahun
keenam, kemudian berlanjut seterusnya, seperti komitmen yang pernah kita pegang
sama-sama. Tapi, tidak lagi, mungkin dan bahkan memang ucapan selamat itu tidak
akan lagi terdengar. Satu kalipun. Jika
kau tidak mau.
Iya,
seperti ucapan selamat di setiap tanggal 16 setiap tahunnya yang tidak akan
lagi ada, begitupun dengan makan di hampir semua tempat yang kau sukai, semua
tempat makan enak yang kita kunjungi adalah pilihanmu, dan karena kau banyak tahu
tentang tempat makan enak di sini, jadi tidak salah setiap memutuskan untuk
makan dimana saya selalu bilang “terserah” karena semua pilihanmu selalu bagus
dan selalu saya sukai. Begitupun dengan menonton film barat yang kau sukai, saya
bukan penggemar film barat, apalagi film action, tapi semenjak kau sering
mengajak untuk menonton, saya jadi banyak tahu tentang film barat yang
keren-keren. Dan soal menonton film, kau adalah orang yang egois, kau selalu
minta untuk ditemani nonton film kesukaanmu, tapi giliran saya yang
meminta untuk menonton film kesukaanku kau sering menolak dan bilang “coba ajak
teman-teman yang lain saja”. Hahaha tapi tidak jadi masalah. Sekarang, itu semua tidak akan lagi ada. SEMUA. Ti-dak
a-kan la-gi a-da karena ke—bo—do—han—ku.
Kini,
saya hanya bisa berharap, semua kembali seperti dulu dan tidak mengulangi apa
yang seharusnya tidak perlu saya ulangi. Kalaupun semuanya bisa kembali seperti
dulu. Mung—kin semua akan terulang dari nol dan semuanya bisa kembali jika
diawali olehmu. Jika kau mau.
Selamat tanggal 16 di tahun yang ke empat (seharusnya).
"Kalau makan coto enaknya di warung, bukan di restoran" |
"selain duriannya enak, di sini juga murah" |
"selain karena kuahnya dituang sendiri, bakso gorengnya juga yang bikin enak" |
no caption |