Kamis, 31 Juli 2014

Terasa Ada yang Kurang


Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, lebaran tahun ini aku dan keluarga tidak mudik. Budaya mudik di keluargaku berhenti sejak orang tua Ayah dan Ibuku sudah meninggal. Jadi, tidak ada lagi alasan utama untuk mudik di setiap lebaran. Sibuk-sibuk mudikpun tidak pernah aku rasakan. Tapi, ini bukan masalah yang menjadi penghambat lebaran kami. 

Di malam lebaran ini, Ayah baru saja pulang. Setelah lebih setahun Ia tidak pulang ke rumah. Mungkin Ia sibuk bekerja. Mungkin. Ia membawa sekantong besar ayam yang sebelumnya sudah dipotong. Di dapur, Ibuku bukannya senang, Ia malah marah-marah: "bukannya tanya-tanya dulu kalau sudah beli ayam atau belum, sayakan sudah beli satu. Kalo ayam sebanyak ini mau diapakan, padahal kita hanya bertiga di rumah (sebab semua kakakku berlebaran di kampung orang)". Tapi, Ibu tidak berani marah seperti itu di hadapan Ayah. Ia menggerutu seperti itu saat aku datang untuk membantunya. Ayah memang kebiasaan membeli barang-barang dalam jumlah banyak, sedang menurut Ibu itu hal yang membuang-buang uang saja.

Seperti lebaran tahun-tahun kemarin banyak yang kurang, tahun inipun begitu. Apa yg kurang? Opor ayam beserta ketupatnya dan kue khas lebaran ada di atas meja. Lalu apa? Baju lebaran? Iya sih tahun ini aku tidak punya baju lebaran. Sebab, aku bukan lagi anak TK yang merengek dibelikan baju lebaran, bukan lagi anak SD yang menangis jika tidak punya baju lebaran. Bukan lagi anak SMP yang suka memamerkan baju lebarannya. Tidak ada baju lebaran di tahun ini, bukan hal yg membuat lebaranku terasa kurang. Terus apa? Meminta maaf ke kedua orang tua? Aku masih punya orang tua yang lengkap, jadi aku masih selalu punya kesempatan untuk memohon maaf ke mereka. Aku harus bersyukur untuk ini.

Aku kemudian tahu yang membuat lebaranku selalu terasa kurang setelah melihat akun-akun media sosialku, teman-temanku kompak meng-upload foto mereka yang tersenyum lebar mengenakan baju lebaran mereka bersama keluarganya, bahkan mereka ada yg berbaju seragam lebaran bersama keluarganya. Lebaran mereka terasa lengkap. Juga terasa bahagia.

Iya, sama seperti tahun-tahun kemarin, tahun inipun kami tidak pernah menyempatkan waktu semenitpun berpose untuk foto keluarga saat lebaran. Pun setelah Ayah, Ibu dan Aku bersilaturahmi ke satu keluarga dan bersiarah ke makam almarhum kakakku, Ayah lalu segera mengantar Ibu dan aku kembali ke rumah. Setelah itu, Ayah pergi. Kemudian, mungkin ia hanya akan datang lagi kembali ke rumah di saat lebaran berikutnya.

Selasa, 22 Juli 2014

F-Y-A


A: "Aku orangnya cepat bosan loh"

D: "kalau sekarang bagaimana? kamu sudah bosan?"

A: "Iya. Aku bosan sekali. Tapi, tidak mau ambil pusing. Rasa bosanku anggap angin lalu saja"

D: "Maaf, ini mungkin karena Aku yang membuat bosan. Aku tidak tahu caranya bagaimana biar membuatmu tidak bosan"

A: "ah, tidak tidak. Aku yang memang orangnya gampang bosan. Kamu bagaimana, sudah bosan juga?"

D: "tidak. aku tidak pernah merasa bosan. Aku malah selalu merasa beruntung bisa jadi kekasih-mu"


-a Few Years Ago-

Jumat, 11 Juli 2014

(1 − ¾) Semangat



Dengan seperempat semangat menulis yang saya punya, saya menggerakkan jari-jari tangan saya untuk mengetikkan dan meninggalkan tulisan yang tidak penting ini di sini. Di sini: blog yang lama tak saya jumpai, bahkan untuk menyapanya saja saya sudah tidak punya semangat.

Hai, blog!
Saya kembali. Saya kembali meninggalkan tulisan yang tak penting di bagian post mu. Saya kembali untuk kembali berbagi cerita yang tidak seru. Sejujurnya dan awalnya, saya sudah malas menuliskan apapun di sini. Bahkan hanya menuliskan “aku rindu kamu”-pun saya sudah tidak punya semangat. Dulu, saya sangat antusias menuliskan cerita fiktif bahkan sampai cerita fakta yang saya alami. Tapi, setelah negara api menyerang *ah, ini sudah kuno. Ganti: semenjak ada kabar gembira untuk kita semua, kulit manggis sekarang ada ekstraknya *sambil nyanyi* (segembira itukah kabar manggis sekarang ada ekstraknya?  Lebih gembira mana kabar manggis ber-ekstrak itu dibanding datangnya kabar yang lama kau nanti-nantikan, kemudian datang dalam bentuk surat di pagi hari? –surat kabar maksudnya) saya tidak lagi punya semangat menulis di sini. Sedikit-pun. Setitik-pun.
Seperempat semangat menulis yang sekarang ini saya miliki tidak lain, bukan atas dasar keinginan saya sendiri. Sejujurnya lagi, ini karena saya dipaksa, saya diintimidasi, saya dibully, dan saya diancam oleh salah seorang blogger yang juga senior saya di SMA, yang katanya kita punya banyak kesamaan: sama-sama tinggal di kompleks yang sama (dulu, sekarang dia sudah pindah, sedang saya masih), sama-sama melankolik, sama-sama penyuka warna merah. Untungnya kita tidak sama-sama menyukai orang yang sama. Untungnya.
Dia alien yang tidak tahu darimana asal planetnya dan sekarang menyamar jadi manusia, mengaku-ngaku punya keluarga manusia dan akrab serta hidup dengan manusia. Harap  waspada saat bertemu dengan alien ini, kalau sedang lapar, segala apapun dilahapnya, termasuk kamu yang ada dihadapannya. Waspada!
Alien yang MENGAKU tampan ini namanya: @planetyar
Katanya, alasan saya disuruh kembali nge-blogging karena blog sekarang tidak seramai yang dulu,sebab jaman sekarang lebih banyak memilih facebook, twitter, instagram, path dan lain-lain sebagai media mencurahkan kata-kata yang ingin disalurkan. Misalnya: “akoeh cayang kamoe” atau “aqu rindu kamu nich”. Ini misalnya yaaa...
Itu tadi alasan dari mulutnya, tapi alasan dalam hatinya kenapa dia menyuruh saya kembali ngeblog: “sekarang blog sudah sepi semenjak mutiaraazela.blogspot.com tidak perrnah lagi nge-post, tidak ada lagi postingannya yang bisa dicalla-cala. Huahaha” *ala-ala isi hati sinetron*
Oke, saya kembali di sini! Dan selamat kembali memulai celaan, @planetyar!

161216

Di penghujung 161216